Jumat, 21 Februari 2014
Pertanyaan
: Saya masih belum faham tentang hukum berbuka (tidak puasa-pen) untuk
wanita hamil dan menyusui. Apakah rukhshah/keringanan ini untuk semua
wanita hamil dan menyusui, ataukah hanya bagi mereka yang benar-benar tidak
kuat berpuasa saja? Lalu bagaimana hukumnya bagi wanita hamil yang sebenarnya
kuat berpuasa tapi tidak berpuasa, apakah ia berdosa? — (Ibu Y di
Cikarang) —
Hukum
asal puasa di bulan Ramadhan adalah wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah yang
sudah baligh, berakal, tidak sedang dalam perjalanan (musafir) atau sakit, dan
(khususnya Muslimah) suci dari haid dan nifas. Para ulama telah bersepakat
dalam wajibnya puasa di bulan Ramadhan ini berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang shahih. Kewajiban ini pun juga berlaku untuk wanita hamil
dan menyusui yang tidak memiliki udzur untuk meninggalkan
puasa.
Wanita
yang dalam keadaan haid dan nifas, telah jelas hukumnya, yaitu ia tidak boleh
berpuasa dan wajib meng-qadha atau mengganti puasa sebanyak hari yang
ditinggalkannya. Sedangkan wanita atau orang yang dalam keadaan safar dan atau
sakit, diberikan keringanan untuk berbuka dan wajib menggantinya di hari lain
sebanyak hari yang ditinggalkan.
Sedangkan
bagi wanita hamil atau menyusui yang dalam keadaan sehat, tidak lemah, tidak
sakit-sakitan, atau tidak memiliki kekhawatiran terhadap janin / anaknya dan
dirinya sendiri, maka ia tetap wajib berpuasa dan bila meninggalkannya berarti
ia berdosa.
Nah,
berikut ini adalah beberapa fatwa para ulama tentang hukum puasa bagi wanita
hamil dan menyusui :
1.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah : Wanita hamil atau
menyusui, jika ia khawatir akan keselamatan dan kesehatan janinnya, maka ia
boleh berbuka (tidak puasa). Dan wajib baginya untuk meng-qadha (mengganti)
puasa di hari lain sebanyak hari yang ia tinggalkan dan juga memberi makan
orang miskin (fidyah) setiap harinya satu ritl dari roti yang layak/baik.
(Fatawa An-Nisa’ – Syaikh Ibnu Taimiyah)
2.
Wanita yang hamil atau menyusui, bila ia khawatir akan diri dan janinnya
diperbolehkan berbuka (tidak puasa), kemudian ia wajib memberi makan orang
miskin (fidyah) setiap harinya, dan ia tidak wajib meng-qadha (mengganti)
puasanya menurut pendapat yang paling rajih. Pendapat ini dikeluarkan oleh
Imam Ahmad dalam sunannya (4/347), Abd bin Humaid dalam kitab Al-Muntakhab
(420). Pendapat yang sama juga dikeluarkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Umar -radhiyallahu
‘anhum- tentang bolehnya wanita hamil dan menyusui berbuka bila khawatir.
3.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan -hafizhahullah- berpendapat bahwa jika
seorang wanita hamil dan menyusui khawatir akan janinnya bila ia berpuasa, maka
ia boleh berbuka dengan meng-qadha (mengganti) di hari lain dan di samping itu
ia juga wajib memberi makan orang miskin. Tapi jika ia khawatir akan dirinya
sendiri tidak akan kuat berpuasa karena hamil dan menyusui, maka ia cukup
meng-qadha saja tanpa harus memberi makan orang miskin (fidyah).
Sumber :
Fatawa An-Nisa – Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah
Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Masail al-’ashriyyah min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram
Fiqih Sunnah Wanita – Kamal bin As-Sayyid Salim
This article taken from http://www.fiqihwanita.com/